By KOMUNITAS BLOGGER
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Prasasti Kota Kapur (686 Masehi): ...kutukan ini diucapkan; pemahatannya
berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bhumi jawa
yang tidak takluk pada Sriwijaya.Terjemahan dari tulisan Pallawa berbahasa
Melayu Kuna yang dikutip ini, merupakan bagian akhir (dari 10 bagian) isi
Prasasti Kota Kapur yang dipahatkan di batu. Penemuan tahun 1892 di kawasan
yang kini Situs Benteng Kota Kapur, sejak awal abad-20 membuka perdebatan
hangat kalangan ilmuwan.Bambang Budi Utomo (55), arkeolog Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, adalah salah satu arkeolog yang memiliki
argumentasi bahwa Palembang adalah pusat peradaban Kedatuan Sriwijaya. Tahun
1990 silam ia meneliti Situs Benteng Kota Kapur.
Situs berlokasi sekitar 3 kilometer dari Selat Bangka dan sejumlah temuan
artefaknya ini menarik bagi peneliti lain. Tommy, panggilan akrab
teman-temannya sesama arkeolog secara konsisten merangkai dan menyusun ulang
mozaik satu demi satu.
Bukan pekerjaan mudah
untuk merangkai temuan benda-benda purbakala itu. Temuan harus dianalisa dan
disimpulkan untuk dipertanggungjawabkan secara moral. Situs Kota Kapur,
Talangtuo dan Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, merupakan rangkaian penemuan
yang menunjukkan ada peradaban besar yang berlangsung di milenium pertama
penanggalan Masehi. Sampai ke Jawa Peradaban maritim masa lalu begitu kuat
dan teknologi kelautan sudah dimiliki. Tommy secara konsisten pula menelisik
bukti-bukti arkeologi yang menunjukkan armada Sriwijaya dalam memperluas
pengaruhnya. Baik secara politis, maupun ekonomi. Sejarah mencatat bahwa
kekuasaan Sriwijaya begitu besar, terutama di Selat Malaka. Prasasti Kota Kapur
yang menuliskan bahwa bala tentara Sriwijaya dikerahkan ke bhumi jawa, menurut
Tommy, dikaitkan dengan temuan-temuan arkeologi di Karawang, Jawa Barat, bagian
utara.
Tidak ada catatan tertulis
bahwa kerajaan di Jawa ditaklukkan Sriwijaya. Sama seperti tak ditemukan bukti
tertulis kapan sebenarnya keruntuhan Kedatuan Sriwijaya setelah diserang
Kerajaan Cola (India Selatan). Kemudian ditemukannya besarnya pengaruh
peradaban Majapahit di Palembang sampai jauh ke bagian hulu Sungai Musi,
termasuk melalui anak-anak sungai dan Batanghari. Tommy memberikan penekanan
khusus tentang Selat Bangka. Ia menyebut selat ini merupakan salah satu kawasan
pelayaran tersibuk di Asia Tenggara, setelah Selat Malaka. Peradaban bahari
masa lalu yang begitu menonjol sebenarnya tetap terasa dalam masyarakat pesisir
Pulau Bangka. Termasuk masyarakat yang bermukim di kawasan sekitar situs
Benteng Kota Kapur, yang berada di Desa Kotakapur, Kecamatan Mendo Barat
(Kabupaten Bangka), sebelum Bangka-Belitung menjadi provinsi.
Entah atas inisiatif
siapa, tugu selamat datang yang terletak di tengah desa itu tertulis "desa
wisata". Ini sempat membingungkan Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya
Bangka-Belitung, Yan Megawandi (45). Yang pasti, tim peneliti terus berdatangan
termasuk peneliti dari Prancis, Pierre-Yves Manguin. Nama sejumlah arkeolog
dalam dan luar negeri, begitu akrab di telinga warga. Apakah sejarah berulang?
Kota Kapur tetap akan menjadi tempat persinggahan pelancong dengan segala
kepentingannya, penelitian maupun wisata. Kepala Balai Arkeologi Palembang,
Nurhadi Rangkuti, menyarankan pemerintah Provinsi Bangka-Belitung memfungsikan
kawasan situs agar bermanfaat bagi masyarakat, wisata pendidikan. Mendidik dan
mengingatkan, di daerah ini pernah ada sebuah armada maritim yang memiliki
pengaruh dominan, secara politis dan ekonomi. Dominasi yang direbut oleh
negara-negara modern, hingga kini. (Sriwijaya Post)
0 komentar:
Posting Komentar